Masyarakat pada umumnya mengira bahwa akuntansi sekadar pembukuan yang mencatat pemasukan dan pengeluaran uang. Setelah terjadi kasus-kasus skandal korporasi besar di Amerika Serikat, yang melibatkan perusahaan raksasa, seperti Enron dan Worldcom, masyarakat dunia terperanjat karena skandal-skandal perusahaan besar yang menipu masyarakat justru terjadi di negara yang selama ini dianggap sebagai barometer berbagai aturan dan standar mengenai bursa saham, profesi akuntan, dan transparansi dalam laporan keuangan.
Lalu, masyarakat di mana-mana bertanya faktor apa gerangan yang mendorong dan menyebabkan terjadinya skandal-skandal itu, yang melibatkan secara kasatmata profesi akuntan khususnya mereka yang memeriksa laporan keuangan perusahaan yang dilakukan Kantor Akuntan Publik (KAP) atau yang dikenal pula dengan istilah Independent Auditor. Tidak tanggung-tanggung, dalam kasus kejahatan korporasi itu melibatkan Kantor Akuntan Publik global yang termasuk dalam kelompok lima besar, yaitu Arthur Andersen.
Meskipun yang diekspos di media massa global hanya Enron, Worldcom, dan Xerox, sebetulnya ada sejejer lagi nama perusahaan lain dengan kemungkinan terjadi praktek manipulasi dalam bidang akuntansi, sehingga laporan keuangannya menyesatkan dan tentu akibatnya merugikan publik.
Laporan keuangan yang manipulatif, misalnya dengan cara menggelembungkan pendapatan, mengakibatkan harga saham menjadi tinggi sekali, jauh di atas harga yang sebenarnya. Hal ini mengakibatkan para pembeli saham yang baru pasti merugi, dan sebaliknya, para pemegang saham yang sudah ada akan menjual saham mereka dan akan meraih keuntungan yang luar biasa. Di antara pemegang saham ini tidak tertutup kemungkinan para pemimpin perusahaan dan mereka yang dekat dengan pemimpin perusahaan, termasuk para elite politik di Amerika Serikat.
Kejahatan korporasi di Amerika ini terjadi di tengah-tengah ekonomi Amerika yang lesu setelah terjadinya tragedi 11 September yang menimbulkan luka yang dalam bagi perekonomian Amerika. Akibatnya, bursa saham di Amerika--termasuk Wall Street--mengalami guncangan karena mereka kehilangan kepercayaan terhadap laporan-laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan yang memperdagangkan saham mereka di bursa saham. Hal ini pula yang semakin mendorong anjloknya indeks Dow Jones dan Nasdaq.
Kejahatan korporasi di Amerika ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat bisnis dunia, termasuk Indonesia, tentang integritas, kredibilitas, dan profesionalisme para pemimpin perusahaan di Amerika dan Kantor Akuntan Publik global yang termasuk dalam kelompok lima besar. Untungnya, berkat tekanan pers dan publik serta kepentingan nasional Amerika sendiri, Kongres Amerika Serikat segera mensponsori suatu Rancangan Undang-Undang tentang Reformasi Perusahaan dan Profesi Akuntansi.
RUU ini disponsori oleh Paul Sarbanes, anggota Senat, dan Michael Oxley, anggota Kongres, dan karenanya dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act 2002, yang mulai diberlakukan akhir Juli 2002. RUU ini bertujuan untuk semakin memperkecil ruang bagi terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan perusahaan dengan bantuan Kantor Akuntan Publik. Dengan demikian, diharapkan dapat memperbaiki praktek good corporate governance.
Dalam RUU ini, misalnya, diatur perlunya pembentukan suatu badan pengawas atau oversight board yang akan mengawasi para pelaku pasar modal. Demikian pula, oversight board dibentuk untuk mengawasi Kantor Akuntan Publik (Independent Auditor) yang selama ini seakan-akan bebas melaksanakan praktek audit tanpa ada pihak yang mengawasi.
Dalam RUU ini juga ditentukan bahwa Kantor Akuntan Publik dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bukan termasuk pekerjaan auditing seperti merancang sistem informasi, jasa penilai, penasihat investasi.
Lalu, bagaimana kita di Indonesia menanggapi hal ini, khususnya bagi profesi akuntan menjelang perhelatan akbar Kongres Ikatan Akuntan Indonesia yang akan digelar pada 25-27 September 2002 di Jakarta. Secara jujur harus diakui, sebagaimana lembaga-lembaga profesi lainnya, profesi akuntan Indonesia masih rawan terhadap berbagai praktek yang menyimpang dari kode etik dan standar akuntansi.
Kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan perlu dipulihkan, dan hal itu sepenuhnya tergantung pada praktek profesional yang dijalankan oleh para akuntan, terutama mereka yang membuka praktek sebagai Kantor Akuntan Publik. Jangan sampai terjadi bahwa para akuntan sekadar memenuhi permintaan kliennya dengan imbalan bayaran yang lumayan sehingga sekadar bertindak sebagai juru masak atau tukang jahit.
Kongres yang akan datang seharusnya menjadi forum untuk melakukan pembenahan profesi secara total dan seraya memutakhirkan profesi ini dengan berbagai aturan dan standar yang berkembang di dunia internasional, termasuk materi yang dimuat dalam Sarbanes-Oxley Act 2002 sebagaimana dikutip di atas.
Jangan sampai terjadi kejahatan korporasi dan praktek akuntansi yang menyimpang, seperti terjadi di Amerika Serikat, dijadikan alibi untuk meneruskan dan membenarkan tindakan-tindakan manipulasi oleh para pelaku bisnis dan profesi akuntan dengan dalih "wong di Amerika saja terjadi praktek seperti itu".
Yang harus kita tiru adalah hal yang baik yang datang dari mana pun. Adapun yang jelek, meskipun datangnya dari Amerika, jangan diambil.
Oleh : Mar'ie Muhammad
Sumber : http://akuntankita.weebly.com/article-akuntansi3.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar